Majelis hakim di Pengadilan Negeri Pangkalpinang telah membebaskan Ryan Susanto, alias Afung, dari tuntutan 16,5 tahun penjara yang diajukan terkait kasus korupsi dalam penambangan timah ilegal di Bangka Belitung. Hakim memutuskan bahwa Afung bersalah atas penambangan ilegal, namun hal itu terkait dengan pelanggaran lingkungan, bukan korupsi sebagaimana dituduhkan oleh jaksa.
Keputusan tersebut dijatuhkan oleh ketua majelis hakim Dewi Sulistiarini bersama anggota Takdir dan Warsono. Dalam putusannya, hakim memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan serta memulihkan hak dan martabatnya. Putusan tersebut menegaskan bahwa Ryan Susanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan yang diajukan.
Hakim menemukan bahwa Afung benar melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung sebagaimana dinyatakan oleh jaksa. Namun, dakwaan jaksa tidak mencakup pasal mengenai pelanggaran pidana lingkungan yang seharusnya dikenakan untuk kasus ini.
Jaksa awalnya mendakwa Afung dan rekanannya melakukan korupsi dalam penambangan ilegal di kawasan hutan lindung di Bangka. Jaksa memaparkan bahwa kegiatan ini telah dimulai sejak tahun 2022 hingga 2023 dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara senilai Rp 59,2 miliar. Kerugian ini mencakup perusakan ekosistem mangrove dan biaya pemulihan lingkungan yang hilang.
Lebih lanjut, jaksa menuduh penambangan ilegal tersebut memperkaya Ryan dengan keuntungan Rp 2,3 miliar, serta merugikan pendapatan negara dari retribusi legal dalam penggunaan kawasan hutan. Selain itu, adanya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan tanpa kendali dianggap sebagai dampak negatif lain.
Dalam tuntutannya, jaksa mengajukan hukuman penjara selama 16 tahun, denda sebesar Rp 750 juta, dan pembayaran uang pengganti senilai Rp 61 miliar. Jaksa yakin bahwa Ryan melanggar sejumlah pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
Setelah vonis bebas yang menguntungkan Afung, pihak kejaksaan berencana mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung dalam upaya melawan putusan pengadilan tersebut.