Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan yang meminta penghapusan kolom agama pada e-KTP dan juga syarat sah perkawinan. Keputusan ini menekankan bahwa suatu perkawinan dianggap tidak sah jika tidak didasarkan pada agama atau kepercayaan yang diakui warga negara. Ketua MK, Suhartoyo, membacakan putusan tersebut dan menegaskan bahwa Undang-Undang Perkawinan harus dipahami secara menyeluruh sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila.

Hakim konstitusi, Arief Hidayat, menjelaskan bahwa tidak adanya pilihan untuk tidak menganut agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam hukum positif tidak bersifat diskriminatif. Hukum hanya memberikan pengesahan terhadap perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini berarti bahwa tanpa agama atau kepercayaan, perkawinan tidak dapat dinyatakan sah. Pasal 28B ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan harus dilakukan melalui perkawinan sah.

Arief menambahkan bahwa perkawinan adalah bagian dari ibadah sebagai ekspresi dari beragama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan termasuk dalam forum eksternum yang tata cara dan syaratnya dapat ditentukan oleh negara. Dengan adanya norma Pasal 2 ayat (1), negara menyerahkan penentuan syarat sah perkawinan kepada masing-masing agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan bahwa ini adalah unsur yang tak dapat dihilangkan dalam syarat sahnya perkawinan.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *